Penegakan Hukum Pencemaran Nama Baik Dan Berita Bohong Dalam Kasus Media Sosial


Penegakan Hukum Pencemaran Nama Baik Dan Berita Bohong Dalam Kasus Media Sosial
Dok.
Rusdi Marzuki, mahasiswa Program Studi (S3) Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

Oleh: Rusdi Marzuki

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena media sosial (medsos) telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Media sosial pun telah mengubah cara berkomunikasi, berbagi informasi dan berinteraksi satu sama lain.

Fenomena ini telah menciptakan peluang besar untuk menyebarkan ide, menghubungkan orang-orang dari berbagai belahan dunia, dan memberikan wadah bagi suara-suara yang sebelumnya terpinggirkan. Namun seiring dengan perkembangan positif ini, medsos juga memunculkan serangkaian tantangan yang berkaitan dengan hukum, terutama dalam konteks hukum pidana.

Pertama, penggunaan medsos di berbagai negara telah menjadi fenomena yang mempengaruhi cara hukum cyber law diatur. Setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengatur penggunaan medsos yang mencakup peraturan terkait privasi, keamanan, fitnah dan berbagai aspek hukum lainnya. Pengaturan yang efektif dan seimbang dalam kerangka hukum cyber lawmenjadi sangat penting untuk menjaga keadilan, keamanan dan kebebasan berbicara.

Kedua, fenomena medsos memiliki implikasi yang signifikan terhadap hukum pidana. Tindak pidana seperti pencemaran nama baik dan hoax (penyebaran informasi palsu) semakin sering terjadi melalui platform medsos. Hal ini pun menghadirkan tantangan baru bagi penegakan hukum dalam menangani kasus-kasus di media sosial.

Ketiga, kasus-kasus di media sosial telah mencuat yang terjadi di Indonesia. Kasus-kasus ini sering kali memunculkan pertanyaan tentang sejauh mana penggunaan medsos dapat dianggap sebagai ekspresi bebas berbicara, dan sejauh mana penggunaan medsos harus dianggap tindak pidana. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami bagaimana penggunaan yang ideal dari medsos dapat dijaga agar tidak melanggar hukum dan merugikan pihak-pihak lain.

Nah, yang menjadi permasalahan bagaimana pengaturan pedoman implementasi yang dikeluarkan Kemenkominfo, Jaksa Agung RI, dan Kapolri atas tindak pidana pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong dalam kasus media sosial terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB).

Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), agar penegakan hukum terkait UU ITE tidak menimbulkan multitafsir dan dapat menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat.

Lalu bagaimana penyidik Polri dalam melakukan penegakan hukum pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong dalam kasus media sosial pada Polda Sumatera Utara (Sumut). Peran penyidik dalam kasus ini dimulai dengan melakukan pemanggilan terhadap terduga pelaku (terlapor), lalu diproses pemeriksaan dan melakukan pemanggilan saksi-saksi dan saksi ahli terkait dan mengetahui adanya tindak pidana. Hasil proses pemeriksaan terduga pelaku (terlapor) dan saksi-saksi tersebut, penyidik melakukan penyitaan barang bukti.

Bagaimana pula hambatan dan upaya yang dilakukan penyidik Polda Sumut dalam melakukan penegakan hukum pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong dalam kasus media sosial di Provinsi Sumatera Utara.

Hambatan yang kerap ditemui adalah sumber daya manusia di instansi kepolisian masih terbatas. Kemudian juga dikarenakan penggunaan teknologi dalam melaksanakan penyidikan masih belum memadai.

Teori Kepastian Hukum

Analisis permasalahan pertama yakni pengaturan pedoman implementasi Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan Kemkominfo, Jaksa Agung RI dan Kapolri atas tindak pidana pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong dalam kasus media sosial.

Theory of the Uploader dan the Downloader

Permasalahan kedua dapat dianalisis menggunakan teori hukum cyber yang dikenal sebagai the theory of the uploader dan the downloader. Teori ini mencoba menggambarkan dinamika hukum cyber law dalam konteks hukum pidana dan peran yang dimainkan oleh individu yang mengunggah (uploader) dan mengunduh (downloader) konten di media sosial.

Melalui teori hukum cyber the theory of the uploader dan the downloader, analisis implikasi fenomena medsos terhadap penegakan hukum pidana di Indonesia dapat mengidentifikasi tantangan dan potensi perbaikan dalam kerangka hukum cyber law yang ada untuk menjaga keadilan dan keamanan dalam era digital.

Teori Sistem Hukum

Permasalahan ketiga dapat dianalisis dengan menggunakan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M Friedman. Teori ini membahas bagaimana sistem hukum berfungsi dan mengembangkan aturan-aturan yang mengatur perilaku dalam masyarakat.

Melalui teori sistem hukum yang dikemukakan Lawrence M Friedman, analisis tentang penggunaan medsos yang ideal dapat membantu mengidentifikasi bagaimana bagaimana regulasi hukumdan kesadaran masyarakat dapat memainkan peran kunci dalam menjaga penggunaan medsos yang sesuai dengan nilai-nilai hukum, etika dan keadilan, sembari melindungi hak-hak individu dan mencegah pelanggaran hukum di dunia maya.

Penegakan hukum pencemaran nama baik dan berita bohong dalam kasus media sosial, telah menjerat berbagai pihak dan menyita perhatian publik (dalam negeri) maupun internasional (luar negeri). Sebut saja Roy Suryo, pada tahun 2020, Roy Suryo dihukum denda Rp 150 juta karena menyebarkan berita bohong di media sosial. Roy Suryo sebelumnya telah mengunggah fot patung Budha di Candi Borobudur yang diedit dengan kepala Presiden RI Joko Widodo. (Putusan PN Jakarta Barat Nomor 890/Pid.Sus/2022 jo Putusan PT DKI No.9/Pid.Sus/2023 jo Putusan MA RI Nomor 2254K/Pid.Sus/2023 An. Terdakwa Roy Suryo).

Jauh sebelumnya, pada tahun 2017 di Amerika Serikat, seorang wanita bernama Kathy Griffin mengunggah foto dirinya memegang kepala Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang telah dipenggal. Foto tersebut menimbulkan kemarahan publik, dan Griffin akhirnya dipaksa untuk mengundurkan diri dari acara televisi yang dia bintangi. (Davis v. Griffin, Cause No. 3:17-CV-652 RLM (N.D, Ind. Oct. 16, 2017).

Kesimpulan

Peraturan perundang-undangan dalam negeri yang terkait dengan penegakan hukum pencemaran nama baik dan berita bohong dalam kasus media sosial yakni Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Ada juga Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang KUHP Yang Baru, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kemenkominfo, Polri dan Jaksa Agung.

Adapun Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), agar penegakan hukum terkait UU ITE tidak menimbulkan multitafsir dan dapat menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat.

Penulis adalah mahasiswa Program Studi (S3) Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia.

Penulis
: Redaksi

Tag: