Eks Direktur Umum Pertamina Ditetapkan Tersangka Korupsi Pengadaan Tanah Gedung Pencakar Langit


Eks Direktur Umum Pertamina Ditetapkan Tersangka Korupsi Pengadaan Tanah Gedung Pencakar Langit
Kombes Arief Adiharsa
jaringberita.com -Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim menetapkan mantan Direktur Umum PT Pertamina, Luhur Budi Djatmiko (LBD) tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah pembangunan gedung baru milik Pertamina Energy Tower setinggi 530 meter.

Penyidik telah melakukan gelar perkara dan menetapkan LBD sebagai tersangka pada Selasa (5/11/2024) kemarin. Dalam rangkaian penyelidikan dan penyidikan, Dittipidkor Bareskrim telah memanggil 84 saksi kasus pengadaan tanah senilai Rp2.070.000.000.000 (2,07 triliun) di Komplek Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan.

"Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri telah melakukan gelar perkara penetapan tersangka dan seluruh peserta gelar telah sepakat terhadap saudara LBD selaku Direktur Umum PT Pertamina (Persero) Tahun 2012 sampai dengan 2014, ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan perkara tindak pidana korupsi perkara a quo," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipidkor) Bareskrim Kombes Arief Adiharsa dalam keterangan tertulis, Rabu (6/11/2024).

"Dalam proses penyidikan yang dilakukan sejak 2018 sampai dengan saat ini, penyidik telah melaksanakan pemeriksaan terhadap 84 orang saksi, termasuk Notaris-PPAT atas seijin MKNW DKI Jakarta," terangnya.

Selain saksi, Arief menyebut penyidik juga memeriksa lima orang ahli. Seperti ahli hukum administrasi negara, ahli LKPP, ahli BUMN, ahli P2PK Kemenkeu RI, dan ahli Penilai DP Mappi.

Di samping itu, Arief mengatakan pihaknya juga telah menyita 612 dokumen dengan empat kali penetapan penyitaan oleh Pengadilan Negeri (PN) Tipidkor Jakarta Pusat. Kemudian, pengukuran dan survei lapangan terhadap aset DKI Jakarta yang berada dalam objek transaksi bersama Badan Pengelola Aset Daerah DKI dan Dinas terkait, Pertamina, Kantah BPN Jaksel, serta Auditor BPK RI.

"Melakukan penelusuran informasi terkait aset dan transaksi ke PPATK RI, Bursa Efek Indonesia (PT BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT KSEI) dan OJK RI," ucap Arief.

Selain itu juga melakukan penilaian atas laporan KJPP Penilai pada Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) Kemenkeu RI, dengan hasil kategori pelanggaran berat. Penilaian objek tanah untuk tujuan litigasi dengan menunjuk DP Mappi-KJPP atas objek transaksi tahun 2013.

Selanjutnya, melakukan penelusuran korespondensi digital e-office beberapa staf PT Pertamina pada kurun waktu 2011-2015 bersama tim digital forensik BPK RI. Mengirimkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) ke Kejagung RI.

"Menerima laporan hasil pemeriksaan investigatif atas pembelian tanah yang berlokasi di Komplek Rasuna Epicentrum Kuningan Jakarta Selatan pada PT Pertamina (Persero) dari BPK RI dan melaksanakan gelar perkara penetapan tersangka," pungkasnya.

Duduk perkara kasus


Arief menuturkan duduk perkara kasus diawali dengan penyusunan anggaran dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pertamina (Persero) Tahun 2013 dengan nilai sebesar Rp.2.070.000.000.000 yang diperuntukan untuk pembelian tanah di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Tanah itu direncanakan untuk pembangunan Gedung Pertamina Energy Tower (PET) sebagai perkantoran PT Pertamina (Persero) serta seluruh anak perusahaannya.




Kemudian, pada kurun waktu Juni 2013 sampai Februari 2014, PT Pertamina (Persero) telah melakukan proses pembelian tanah sebanyak empat lot yang terdiri dari 23 bidang tanah dengan total luas sebesar 48.279 meter persegi dari PT SP dan PT BSU seharga Rp35.000.000 per meter persegi. Nilai itu diluar pajak dan jasa Notaris-PPAT yang totalnya sebesar Rp1.682.035.000.000.




"Bahwa di dalam proses pembelian tanah yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero), diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum (tidak mendasari kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku," ungkap Arief.

Akibat perbuatan mantan pejabat perusahaan pelat merah ini mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp348.691.016.976. Kerugian keuangan negara didasari atas pemahalan harga atau pengeluaran yang lebih besar dari yang seharusnya dan pengeluaran atau pembayaran yang tidak seharusnya.

"Yaitu aset berupa jalan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seluas 2.553 meter persegi," bebernya.

Tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Penulis
: Yudha Marhaena S
Editor
: Yudha Marhaena

Tag: