jaringberita.com -Kesepakatan yang diambil China dan Afghanistan yang dipimpinan Otoritas Taliban awal bulan ini untuk mengolah minyak di cekungan Amu Darya Afghanistan utara, menjadi peringatan bagi negara Barat.
China tampaknya tidak akan melepas negara muslim yang kaya sumber daya itu, meskipun memperoleh ancaman dan serangan dari para pemberontak.
Kesepakatan tersebut ditandatangani dengan Xinjiang Central Asia Petroleum and Gas Co (CAPEIC), perusahaan China yang akan menginvestasikan 540 juta dolar Amerika Serikat untuk mengembangkan ladang minyak dan gas di negara Taliban selama 25 tahun.
Melalui akun Twitter-nya, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, menuturkan CAPEIC akan menginvestasikan 150 juta dolar AS per tahun di negaranya di bawah kontrak. Taliban akan memiliki kemitraan 20 persen dalam proyek tersebut.
Meskipun belum sepenuhnya mengakui Taliban sebagai Pemerintah yang sah di Afghanistan, China mengakui bahwa kelompok tersebut yang mengendalikan pemerintahan. Sehingga hal ini menjadi penting bagi keamanan dan strategi ekonomi China.
Menanggapi hal ini, Wakil Bendahara DPP Pelajar Islam Indonesia (PII), Furqan Raka China punya hajat besar di Afghanistan. Makanya dia tidak melarikan diri di tengah gelombang eksodus keluar dari negara tersebut.
"Harus diakui, China pintar sekali memanfaatkan situasi di Afganistan, pasca dikuasai oleh kelompok Taliban. Beijing kini mungkin sudah dianggap saudara oleh Taliban sehingga kerja sama strategis mulai terjalin antar-kedua negara," kata Furqan Raka kepada wartawan dilansir rm.id, Sabtu (21/1).
Kerja sama eksplorasi minyak Afganistan, lanjut Furqan Raka, tentunya menjadi salah satu penyangga energi proyek-proyek strategis dan keinginan besar China, untuk menguasai dunia.
Salah satu proyek strategis dan ambisi Tiongkok adalah Belt and Road Initiative (BRI).
Beijing berusaha untuk mengintegrasikan Eurasia dengan membangun jalan lintas benua dan rel kereta api, membangun rute logistik baru yang memungkinkan barang masuk dan keluar dari China.
"Bukan hanya itu, Beijing juga butuh energi dari minyak menggerakkan mesin-mesin proyek mereka di sejumlah wilayah yang diklaim Tiongkok miliknya, seperti pulau-pulau di Laut China Selatan," tutur Furqan Raka.
Selain menggerakkan mesin-mesin proyek pembangunan, dia menyebut infrastruktur serta peralatan militer China mulai kapal perang hingga pesawat tempur yang sering berseliweran di kawasan Laut China, juga memerlukan energi yang berasal dari minyak bumi.
Untuk itu, Pemerintah Afganistan diminta waspada. Adapun kesepakatan eksplorasi minyak tersebut, adalah investasi skala besar pertama yang dilakukan di Afghanistan, sejak Taliban mengambil alih negara yang dilanda perang itu pada Agustus 2021, menyusul penarikan pasukan Amerika Serikat, setelah 20 tahun berada di wilayah tersebut.