Kepercayaan Publik Anjlok Terhadap Lembaga Penegak Hukum


Kepercayaan Publik Anjlok Terhadap Lembaga Penegak Hukum
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes saat diskusi Total Politik

jaringberita.com -Tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum yang dilakukan berbagai lembaga survei menunjukkan penurunan tajam. Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai perlu reformasi besar-besaran di sektor hukum.

Salah satunya, kepercayaan publik terhadap lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Data Lembaga Survei Indonesia pada 2015 lalu menunjukkan, tingkat kepercayaan KPK masih di kisaran 80,5 persen.

Sementara, data terakhir lembaga survei Indikator pada Agustus 2022 memperlihatkan tingkat kepercayaan publik pada KPK merosot tajam ke kisaran 58,9 persen.

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengakui, terjadi tren penurunan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum itu. Hanya Kejaksaan yang justru terjadi peningkatan.

"Tren yang terjadi saat ini adalah penurunan, dari KPK, kepolisian hingga pengadilan. Misalnya KPK sebagai core penegakan hukum bidang korupsi justru dipandang tidak bekerja maksimal. Sehingga tingkat kepercayaan publik yang awalnya tinggi saat ini menurun jauh," kata Arya.

Ketika tingkat kepercayaan publik pada KPK makin menurun, dukungan publik menghilang, dan susah untuk dikembalikan. Menurutnya, selain dukungan publik, dukungan elemen masyarakat sipil juga menurun.

"KPK hari ini sudah kehilangan dua dukungan itu, yakni dukungan publik dan civil society,"ulas Arya seperti dilansir dari RM.id.

Ia juga menyoroti kepercayaan publik kepada lembaga Polri, yang juga mengalami penurunan setelah sempat naik. Perbaikan kinerja, inovasi, citra dan pengawasan internal dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan publik itu.

"Perbaikan kinerja, inovasi dan juga image, serta sistem pengawasan internal lembaga menjadi sangat penting untuk menjaga public trust. Karena semuanya berkaitan dengan persepsi. Misalnya saja Polri yang sudah sempat membaik, mendadak ada kasus Sambo akhirnya turun lagi," tutur Arya.

Sudah seharusnya ada indikator jelas dan rigid yang bisa dipakai untuk mengukur tingkat public trust pada lembaga-lembaga penegak hukum yang ada. Contohnya KPK dalam hal Inovasi, dalam 2 tahun kepemimpinan terakhir, Surya mempertanyakan inovasi pemberantasan korupsi yang sudah dilakukan KPK.

Menurutnya, kepercayaan publik kepada lembaga-lembaga penegak hukum yang terus melorot menjadi PR bersama. "Perlu reformasi total di sektor hukum untuk menghapus tren public distrust itu," tegas Arya.

Terkait relasi antara penegakan hukum dengan politik, terutama jelang pemilu 2024, Arya menyebutnya sebagai persoalan yang sudah jadi rahasia umum publik. Politisasi kasus hukum menjadi dasar prasangka “rekayasa” atau “pesanan” terhadap lembaga hukum.

Arya mencontohkan kasus e-KTP yang diduga melibatkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Formula E yang diduga terkait dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Meski demikian, hal itu tidak akan terlalu mempengaruhi persepi elit parpol yang mengusung atau mendukung pencalonan mereka.

"Jika kasus seperti Anies dengan Formula E dan Ganjar dengan eKTP kembali diusut KPK, belum tentu akan mempengaruhi persepsi elit parpol yang mendukung mereka. Karena selain memang belum pasti soal status hukum, juga dari sisi politik, pilihan terhadap kandidat capres memang terbatas," pungkasnya.


Tag: